5 Maret 2011
Dear, Diary
Aku melihatnya lagi tadi, berjalan di koridor sekolah.
dia tampan, mempesona, seperti biasanya.
kau tahu? aku selalu berpikir, ntah kapan aku bisa memberanikan diri, bahkan untuk sekedar menyapanya.
berdiri dalam jarak 1 meter dari nya saja, seluruh syaraf ku terasa lumpuh.
aku bertanya-tanya, apa dia pernah menyadari keberadaanku?
* * *
Part 1 : Carissa Zahra
"Carissa Zahra! kamu terlambat lagi!".
Oke, pagi ini terlalu indah, untuk diawali dengan teriakan Pak Godzali. Bahkan burung-burung pun belum mulai berkicau .
Dengan lesu, aku berjalan menghampirinya.
"yayaya, saatnya olahraga pagi," gerutuku pelan.
"Gudang perlengkapan, ada disebelah sana," Pak Godzali menunjuk ke seberang lapangan, tersenyum kecil, yang bagi ku, jelas sekali, dia menertawakan ku .
"Iya Pak, Saya masih belum lupa kok, dan Saya juga masih bertanya-tanya, emang ngga ada hukuman lain ya, Pak, selain nyapu seluruh sekolah?," tanyaku dengan putus asa.
"Hahaha, sayangnya tidak," jawab Pak Godzali.
Uh, menyebalkan!
"Sudah, jangan mengulur waktu, cepat ambil sapu mu," perintahnya.
Huaaah, gue murid atau tukang sapu sekolah sih? dengan langkah gontai, Aku berjalan menuju gudang perlangkapan.
"oh, Good morning, Mr.Broomstick, rasanya baru kemarin ya kita bertemu,"
dengan lesu, ku raih sapu itu.
* * *
Setengah jam kemudian ..
aaaah kenapa daun daun ini rasanya tidak habis-habis sih?
kenapa angin bertiup begitu kencang?
rasanya sudah setengah jam lebih aku menyapu, tapi setengah halaman pun, belum terjamah -,-
dengan putus asa, kuletakkan sapu itu, masa bodoh dengan hukuman Pak Godzali.
Aku meluruskan kaki ku, dan duduk di tepi lapangan .
"Kalau cara nyapunya kaya gitu, sampai jam pulang sekolah pun, halaman ini juga ngga akan bersih,"
Sontak aku menoleh,
bersiap melampiaskan kekesalan ku pada orang tersebut,
sok tau banget sih, mengomentari cara ku menyapu!
Mulutku sudah setengah terbuka saat aku menyadari, siapa yang tengah berbicara kepada ku ..
Rafca!
Ya ampun, ini mimpi!
Reflek ku katupkan mulutku yang sudah setengah terbuka.
Ah bodoh, pasti aku terlihat begitu konyol.
"Hmm, ya gimana ya, aduh, itu,"
ah lagi-lagi aku tidak bisa menyembunyikan kegugupan ku, bila berada terlalu dekat dengannya.
Rafca tersenyum, seraya meraih sapu yang tadi kuletakkan sembarangan.
"Gue ajarin lo cara nyapu yang bener, lo perhatiin nih, ga nyampe setengah jam juga selesai ko," dia tersenyum lagi.
Manis.
Oh Tuhan, terimakasih telah kau ciptakan makhluk sesempurna ini.
Aku terperangah,
Rafca bicara padaku!!yaa ampun ini pasti mimpi!!
"Aww," pekik ku pelan.
"Lo kenapa?" Rafca menoleh dan menatapku.
"Hmm, ngga papa kok, mata gue... kelilipan, hehe,"
reflek aku mengucek-ngucek mataku, berusaha meyakinkannya.
Tidak mungkin kan, aku jujur padanya, bahwa aku baru saja mencubit lengan ku sendiri, hanya untuk memastikan aku sedang tidak bermimpi?
Hening sesaat
"Are you, okay?," kini dia benar-benar tengah menatapku.
Oh ya ampun, please, jangan menatapku seperti itu, atau aku bisa meleleh saat ini juga, jeritku dalam hati.
"Fine!thank you!," jawab ku lancar, "and you?,"
ah, pertanyaan bodoh.
Zahra!kau kan tidak sedang belajar bagaimana cara menanyakan kabar seseorang dalam bahasa Inggris!.
lagi-lagi aku menyesali kebodohan ku.
Dia tertawa kecil,
"Fine too", jawabnya .
"Ternyata elo lucu juga ya.hahaa," tawanya lagi.
Dia memujiku, dan dia menertawakanku.
Apa aku harus melompat-lompat kegirangan atau membenamkan wajahku dalam setumpuk daun kering?
Mana yang harus aku lakukan telebih dahulu?
Hening lagi,
"Jadi, elo masih berminat buat kursus nyapu sama gue, atau mau bengong aja disitu?" lagi-lagi Rafca mengejutkanku.
Ini pertama kali nya aku mengobrol dengannya, mengapa rasanya sudah mengenalnya begitu lama?
"Jadi dong, gue ngga sanggup kalo harus nyapuin daun-daun ini sampe besok pagi," jawab ku mendramatisir.
"okee, lo perhatiin gue ya, sapuinnya yang rapih gini, jangan asal nyapu, jadi nya ketiup angin lagi,"
dia menjelaskan seraya menyapu tiap lembar daun-daun itu.
Aku memperhatikannya, nyaris tak berkedip
Dia disana, berbicara kepadaku,
ah kalau begini caranya, aku rela terlambat setiap hari.
"Rafca," panggilku.
"Ya?" ia menoleh.
"Terima kasih," kataku tulus.
Aku harap senyum ku cukup manis untuk dapat mengalihkan dunianya, walau hanya sedetik saja.
Dia tersenyum lagi, "sama-sama, besok jangan terlambat lagi ya, zahra,".
Aku menatapnya, tak percaya.
Dia tau nama ku! Rafca tau nama ku!
Oh, baiklah, aku tahu aku terlalu berlebihan,
tapi, Rafca TAHU NAMAKU, oh YA AMPUN!!
"tentu," jawab ku riang, setelah jeda beberapa lama.
Dengan riang, aku berjalan menghampirinya, bergegas mencari sebuah sapu lagi, dan menyapu bersamanya.
Tuhan, seandainya ini semua memang mimpi, tolong jangan biarkan aku terbangun, bisikku ..
PART 1, selesai .
ZAHRA, tentang Rafca : "Rafca, aku tak tau sejak kapan aku mulai
mengagguminya, sepertinya sejak pertama kali aku melihat sosoknya. Rasanya ada yang aneh, berbeda. Semakin aku menatapnya, semakin aku ingin berada di sisinya. Aku tak tahu apa dia menyadari keberadaanku, atau pun mengenal ku, tapi yang aku tahu,aku tidak bisa berhenti untuk tidak menunggunya, menatapnya dari kejauhan, adalah kegiatan favoritku."
Rafca, tentang Zahra : "Zahra, aku tidak bisa berhenti
memperhatikannya sejak pertama kali aku melihat sosoknya.Dia berbeda, aku tahu itu. Aku tak tahu apa dia membenciku? Dia selalu terlihat gelisah bila aku berada terlalu dekat dengannya. Belum pernah bertemu seseorang seperti dia, tak bisa berhenti bertingkah ceroboh, tapi diam-diam selalu membuatku tertawa. Menatapnya dari kejauhan, adalah kegiatan favoritku, tapi tentu saja, aku sangat ingin mendekat."
0 comments:
Post a Comment